Selasa, 22 Februari 2011

PEMBINAAN MENTAL KEROHANIAN & KEPRIBADIAN


Kemiskinan akibat pengangguran masih menjadi persoalan utama dihadapi bangsa Indonesia. Menurut catatan Bappenas: angka penganggur, calon penganggur, penganggur tidak kentara dan pencari kerja di Indonesia setiap tahun terus membengkak, pada tahun 2005 mencapai jumlah 43,5 juta orang apalagi ditambah setiap tahun sekitar 0,5 juta orang lulus dari Perguruan Tinggi seluruh Indonesia yang butuh lapangan kerja. Sementara lapangan kerja baru yang tersedia setiap tahun hanya 1,1 sampai 1,75 juta.

Angka-angka di atas menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan dan dapat menimbulkan masalah serius. Jika tidak ditangani secara serius bisa menjadi ledakan sosial dengan segala akibatnya. Pengiriman TKI ke luar negeri oleh pemerintah untuk mengurangi dampak kemiskinan dan pengangguran tersebut. Namun, keberadaan TKI di luar negeri menimbulkan berbagai permasalahan baru baik bersifat administratif maupun kriminal yang menyentuh rasa kemanusiaan dan harga diri kita sebagai bangsa Indonesia.

Pengertian:

Pembinaan berasal dari kata “bina” yang mendapat awalan ke- dan akhiran -an, yang berarti bangun/bangunan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembinaan berarti membina, memperbaharui, atau proses, perbuatan, cara membina, usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

Mental diartikan sebagai kepribadian yang merupakan kebulatan yang dinamik yang dimiliki seseorang yang tercermin dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari psikomotornya. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.

Para ahli dalam bidang perawatan jiwa, dalam masalah mental telah membagi manusia kepada 2 (dua) golongan besar, yaitu (1) golongan yang sehat mentalnya dan (2) golongan yang tidak sehat mentalnya.
1.Golongan yang sehat mentalnya:
2.
Menurut Kartini Kartono: orang yang sehat mentalnya adalah yang memiliki sifat-sifat yang khas, antara lain: mempunyai kemampuan untuk bertindak secara efesien, memiliki tujuan hidup yang jelas, memiliki konsep diri yang sehat, memiliki koordinasi antara segenap potensi dengan usaha-usahanya, memiliki regulasi diri dan integrasi kepribadian dan memiliki batin yang tenang. Disamping itu, beliau juga mengatakan bahwa kesehatan mental tidak hanya terhindarnya diri dari gangguan batin saja, tetapi juga posisi pribadinya seimbang dan baik, selaras dengan dunia luar, dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya. 

Menurut Dr. Jalaluddin : Kesehatan mental merupakan suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan  diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.

Menurut Zakiah Daradjat mendefenisikan bahwa mental yang sehat adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya penyesuaian diri antara individu dengan dirinya sendiri dan lingkungannya berdasarkan keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.

Dalam Ilmu kedokteran kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan  selaras dengan keadaan orang lain.

Dari beberapa defenisi di atas, dapat dipahami bahwa orang yang sehat mentalnya adalah:  Terwujudnya keharmonisan dalam fungsi jiwa serta tercapainya kemampuan untuk menghadapi permasalahan sehari-hari, sehingga merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam dirinya. Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari gejala penyakit jiwa dan memanfatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. 

Terciptanya kedekatan/ketakwaan kepada Allah SWT yang bertujuan mencapai hidup bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat. Jika mental sehat dicapai, maka individu memiliki integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain. Dalam hal ini, individu belajar menerima tanggung jawab, menjadi mandiri dan mencapai integrasi tingkah laku. 

Golongan yang tidak sehat mental:
Sebaliknya yang kurang sehat mentalnya adalah orang yang merasa terganggu ketentraman hatinya. Adanya abnormalitas mental ini biasanya disebabkan karena ketidakmampuan individu dalam menghadapi kenyataan hidup, sehingga muncul konflik mental pada dirinya. Gejala-gejala umum yang kurang sehat mentalnya, yakni dapat dilihat dalam beberapa segi, antara lain:

Perasaan
: Orang yang kurang sehat mentalnya akan selalu merasa gelisah karena kurang mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.

Pikiran
: Orang yang kurang sehat mentalnya akan mempengaruhi pikirannya, sehingga ia merasa kurang mampu melanjutkan sesuatu yang telah direncanakan  sebelumnya, seperti tidak dapat berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu pekerjan, pemalas, pelupa, apatis dan sebgainya.

Kelakuan
: Pada umumnya orang yang kurang sehat mentalnya akan tampak pada kelakuan-kelakuannya yang tidak baik, seperti keras kepala, suka berdusta, mencuri, menyeleweng, menyiksa orang lain, dan segala yang bersifat negatif.

Pembinaan Mental Kerohanian & Kepribadian

Pembinaan yang dimaksud adalah pembinaan kepribadian secara keseluruhan. Pembinaan mental secara efektif dilakukan dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang akan dibina. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan dan pembentukan moral/ etika/ akhlak yang baik.

Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk membentuk akhlak manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, sehingga seseorang dapat terhindar dari sifat tercela. Pembinaan juga bertujuan agar seseorang mempunyai kepribadian yang kuat dan sikap mental yang sehat serta akhlak yang terpuji.

Pembinaan mental kerohanian merupakan pendekatan yang berdasar ajaran agama. Pembinaan mental kerohanian/jiwa merupakan tumpuan perhatian pertama dalam misi Islam. Untuk menciptakan manusia yang berakhlak mulia, Islam telah mengajarkan bahwa pembinaan jiwa harus lebih diutamakan daripada pembinaan fisik atau pembinaan pada aspek-aspek lain, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada gilirannya akan menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh kehidupan manusia lahir dan batin.

Menurut Quraisy Shihab dalam bukunya “Membumikan Al-Qur’an” bahwa:
“ Manusia yang dibina adalah makhluk yang mempunyai unsur-unsur jasmani (material) dan akal dan jiwa (immaterial). Pembinaan akalnya menghasilkan keterampilan dan yang paling penting adalah pembinaan jiwanya yang menghasilkan kesucian dan akhlak. Dengan demikian, terciptalah manusia dwidimensi dalam suatu keseimbangan”.

Dengan demikian, pembinaan mental kerohanian adalah usaha untuk memperbaiki dan memperbaharui suatu tindakan atau tingkah laku seseorang melalui bimbingan ajaran agama sehingga memiliki kepribadian yang sehat, akhlak yang terpuji dan bertanggung jawab dalam menjalani kehidupannya.

Beberapa penyakit rohani menurut ajaran Islam:
  1. Riya 
  2. Marah tidak terkendali 
  3. Lupa dan Lalai 
  4. Was-was 
  5. Pesimis dan Apatis 
  6. Tamak 
  7. Terperdaya 
  8. Ujub (memuji diri) 
  9. Dendam dan Dengki 
Riya:
Penyakit riya dijelaskan dalam Al-Qur’an, surat An-Nisaa’ (4): 142-143. Artinya:  “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali”. 

“Mereka dalam Keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir), Maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya”.

Marah yang tidak Terkendali:
Marah tidak terkendali dijelaskan sabda Nabi saw. diriwayatkan Al-Turmuzi berikut:  Artinya : “Ketahuilah bahwa marah itu adalah batu yang dinyalakan dalam diri bani Adam, apakah kalian tidak melihat betapa merah kedua matanya dan bengkak lehernya. Apabila salah seorang kamu menemukan sesuatu seperti itu, maka bumi tetap bumi, ketahuilah bahwa sebaik-baiknya orang adalah yang lambat marah dan cepat rida dan seburuk-buruknya orang yang cepat marah dan lambat tenangnya”. 

Lupa dan Lalai:
Al-Quran menjelaskan bahwa lupa dan lalai termasuk penyakit yang menyebabkan pelakunya khianat dan tunduk pada hawa nafsu. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Mujaadillah (58): 19. Artinya : “syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi “ 

Was-was:
Was-was atau obsesi mengganggu perasaan dan pikiran. Orang yang mengalami gangguan ini dikuasai perasaan atau pikiran tertentu dan tidak dapat melepaskan diri dari pikiran atau perasaan itu, malahan makin lama semakin meningkat sehingga memaksanya melakukan atau memikirkan sesuatu dan tidak dapat memahaminya.
Al-Qur’an menjelaskan penyakit ini bermula dari lupa akan kebenaran, kemudian dirayu-rayu setan sehingga orang tersebut tersesat dan melakukan perbuatan salah. Dalam surat Faathir (35): 6 dijelaskan. Artinya, “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”.

Pesimis dan Apatis:
Dalam Al-Qur’an “pesimis dan apatis” terdapat dalam kata “ya’s dan qanut”.
Dalam surat Az-Zumar (39): 53, kata “al-qanut” diartikan dengan “putus asa”. Menurut Zakiah Daradjat, kata “al-qanut” dalam ayat ini dapat diartikan dengan “pesimis”, karena masih ada harapan Allah memberikan ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
Sementara apatis (al-ya’s) adalah penyakit hati yang terdapat pada orang kafir dan musyrik, ketika ditimpa musibah sebagai ujian dari Allah. Firman Allah dalam surat Hud (11): 9. Artinya. “dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih”.

Tamak:
Orang tamak (loba atau rakus) dicela Allah karena hatinya jauh dari Allah dan cenderung mengikuti hawa nafsunya yang tidak pernah puas. Dia selalu mengejar harta kekayaan dan kesenangan yang bersifat materi. Penyakit ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Najm (53):23. Artinya. “…mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka”.

Terperdaya:
Penyakit terperdaya (gurur) menyerang disebabkan oleh persangkaan bahwa Allah Maha Penyanyang dan Maha Pengampun, tentu Allah akan selalu mengampuninya. Maka terabaikanlah olehnya amal perbuatan yang baik, karena selalu mengandalkan rahmat dan ampunan Allah. Sementara itu setan menggodanya, supaya ia memandang baik perbuatan keji dan pekerjaan batil, sehingga ia nantinya terlempar kedalam kesesatan dan neraka. Dalam surat An-Nisaa (4): 120 dijelaskan, artinya. “syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka”.

Ujub:
Seseorang dapat dikatakan “ujub” bila ia sangat bangga terhadap dirinya dan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan dirinya, sehingga hidupnya disibukkan dalam mencari perhatian orang, lupa bersyukur dan menyangka dirinya selalu benar.
Allah tidak menyukai orang ujub ini, sebagaimana dalam surat Luqman (31): 18. artinya. “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.

Dendam dan Dengki:
Dendam adalah marah, kecewa, atau sakit hati yang disimpan lama terhadap orang lain. Ia adalah korban dari orang yang menyakitinya, menipu dan sebagainya. Perasaan sebagai korban itu ia tekan atau ia pendam sehingga bertumpuk-tumpuk hingga akhirnya sulit mengungkapnya ke luar secara terbuka. Jadi salah satu ciri pendendam adalah penutup diri.
Dengki adalah bentuk sikap tidak senang atas keberhasilan atau kebahagiaan orang lain. Ia lalu berharap dan berbuat untuk merusak orang tersebut.

Beberapa Pendekatan Agama dalam Pembinaan Mental Kerohanian dan Kepribadian atas penyakit-penyakit di atas:

Pendekatan agama bertujuan membantu agar manusia sehat jasmani, rohani dan berakhlak mulia serta menikmati kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat yang diridhai Allah swt.  Pembinaan mental berdasarkan ajaran agama Islam agar berhasil guna dan berdaya guna haruslah berasaskan pada beberapa patokan dasar berikut ini. 

Ajaran Dasar Pembinaan Mental Kerohanian dan Kepribadian menurut ajaran Islam adalah ; iman, takwa dan Tawakkal, Sabar dan Syukur, Taubat nasuha, Ibadah kepada Allah dengan iklas, Zikir Kepada Allah dan Menanamkan sifat jujur.

Iman dan takwa menanamkan keyakinan dalam diri manusia bahwa Allah sangat dekat. Perasaan dekat ini membantu manusia senantiasa berada dalam jalan Allah yang lurus. Perasaan ini menghindarkan manusia dari berputus asa dari rahmat Allah. Sehingga kapan dan dimana pun seseorang minta pertolongan, Allah akan selalu “mendengarkannya”.




Tawakkal mengajarkan agar setiap orang mau dan mampu menerima dirinya sebagaimana adanya, sehingga hidupnya tidak stres, gelisah, cemas dan kemungkinan terserang gangguan kejiwaan lebih rendah.

Syukur merupakan bukti kesehatan mental seseorang. Allah berjanji memberikan banyak kemudahan/ kesehatan bagi orang – orang bersyukur. Firman Allah dalam surat Ibrahim (14):7. Artinya, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Sabar dapat menjauhkan perasaan cemas, gelisah dan frustasi. Sebaliknya, akan membawa kepada ketenteraman jiwa. Allah berfirman. Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.

Merasa diri bersalah merupakan salah satu penyebab penyakit. Untuk mengobatinya, seseorang harus merasa bahwa kesalahannya itu telah dimaafkan. Al-Qur’an menjelaskan bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Tobat. Orang yang bersalah dianjurkan agar bertobat, bahkan setiap orang beriman disarankan supaya membiasakan diri untuk mohon ampun kepada Allah, baik ketika merasa bersalah maupun tidak karena orang tidak selamanya sadar akan perbuatannya. Allah berfirman, Ali Imran (3): 133-136, artinya:

 “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,  (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. 

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri[229], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”.

“Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah Sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”.

Ibadah, terutama salat lima waktu wajib dilakukan pada waktunya, dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh ditinggalkan. Ibadah dalam Islam mempunyai banyak dimensi dan manfaat, baik untuk pemenuhan kebutuhan pribadi maupun kemaslahatan bersama.

Dalam surat An-Nisaa’ (4):36. Allah berfirman, artinya.
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib- kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.

Sebagai bagian ibadah zikir yang diamalkan oleh seorang muslim dalam membangun fisikal dan psikologikal, dapat dijadikan pembinaan bagi keguncangan jiwa, kecemasan dan gangguan mental. Zikir adalah metode kesehatan mental yang tidak memerlukan waktu yang terjadwal. Malahan ibadah ini boleh diamalkan kapan saja dan di mana saja, selama kesucian badan dari najis dan hadas tetap terjaga. Ibadah zikir adalah upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Seorang individu dalam masa pengobatan dan pemulihan diharuskan berzikir, berdoa, dan bertilawah Alquran secara kontinyu dan tidak boleh terputus, sehingga diyakini bahwa pasien sudah benar-benar sembuh dari penyakit mental yang dihadapinya.

Dengan berzikir seorang muslim menjadi tenang dan tenteram. Allah berfirman:
‘’Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram.’’ (QS. Al-Ra’d: 28)
Kebiasaan seorang muslim dalam mengingat Allah seperti membaca takbir, tahmid, tasbih, tahlil, dan istighfar dapat menjadi obat penawar bagi segala jenis penyakit mental, menenangkan dan menenteramkan pikiran yang kacau, sehingga menjadi sehat dan selaras antara diri dengan alam sekitarnya. Apabila seorang muslim membiasakan diri mengingat Allah, maka individu itu merasakan bahwa ia dekat dengan Allah dan berada dalam perlindungan dan penjagaan-Nya. Dengan demikian, akan timbul dalam dirinya perasaan percaya pada diri sendiri, teguh, tenang, tenteram dan bahagia.

Zikir kepada Allah bisa menjadi energi hati, motivasi hati, dan boleh juga menjadi sebuah metode dalam mewujudkan kesehatan mental. Merasa dekat dengan Allah, seyogyanya menjadikan diri terawasi dan terjaga untuk tidak tergelincir dan terjerumus ke dalam perkara-perkara yang mendatangkan dosa dan maksiat.

Sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada surga. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku jujur hingga ia disebut shiddiq (orang yang senantiasa jujur). Sedang dusta mengantarkan kepada perilaku menyimpang (dzalim) darn perilaku menyimpang mengantarkan kepada neraka. Sesungguhnya seseorang biasa berlaku dusta hingga ia disebut pendusta besar.

Salah satu dari sekian sifat dan moral utama seorang manusia adalah kejujuran. Karena kejujuran merupakan dasar fundamental dalam pembinaan umat dan kebahagiaan masyarakat. Karena kejujuran menyangkut segala urusan kehidupan dan kepentingan orang banyak. Kepada manusia Allah SWT memerintahkan agar mempunyai perilaku dan sifat ini. Rasulullah SAW adalah merupakan contoh terbaik dan seorang yang memiliki pribadi utama dalam hal kejujuran.

Kejujuran memang akhlak utama para nabi dan rasul. Dan demikian pula akhlak para generasi pertama dan utama umat ini, mereka senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran dan kejujuran dalam segala aspek kehidupan. Bukan saja dalam urusan kemasyarakatan, namun juga dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga termasuk pergaulan dengan anak-anak mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis, berikut.

“ Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahan membawa ke neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan, akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab). (H.R. Bukhari).

Demikianlah, Allahu 'alam bishawab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar